oleh Nite
Derita
anak kelas tiga, setiap hari yang di temui cuma tugas, soal latihan, tambahan pelajaran, bahkan
hari minggu di gunakan untuk ngerjain tugas. Siang ini semua anak-anak
kelas tiga di kumpulkan di aula untuk bimbingan ujian praktek IPA, suasana di
aula sangat ramai penuh dengan gelak tawa atau sekedar sedikit bercerita hampir
satu setengah jam anak-anak kelas tiga duduk manis mendengarkan ceramah pak
Israf (kepala sekolah).
“Demikianlah
bimbingan dari kami, mungkin sekarang kalian bisa membagi kelompok IPA kalian
dan ditulis di kertas ini habis itu ketuanya ambil undian” ujar pak Oci, salah
satu guru IPA disekolah ini
Ketika
semua anak-anak pada ribut menentukan siapa kelompok mereka, Dhivin lebih
memilih untuk diam karena untuk masalah yang satu ini dia tidak mau terlalu
ambil pusing. And finally, dia dapat kelompok sisa alias
kelompok loser yang beranggotakan Rere,
Tifanny, Junot, dan Viko. Viko
yang ditunjuk sebagai ketua untuk mengambil undian ternyata mengambil lintingan
yang bertuliskan ‘Daur Ulang Kertas’ dan itulah yang menjadi tugas kelompok
mereka kalau boleh jujur sejak awal pembetukan kelompok
Dhivin sudah malas untuk satu kelompok dengan Junot tapi mau bagaimana lagi
semua sudah dapat kelompok masing-masing dan itu tidak dapat diubah lagi
Hari
demi hari berlalu dengan segudang kegiatan yang menumpuk, salah satunya dengan
tambahan jam pelajaran seusai sekolah. Awalnya
semua berjalan lancar saat hari pertama pengerjaan proyek daur ulang kertas
dirumah Tiffany hanya
Viko yang tidak datang hari itu
Hari
ke empat pengerjaan proyek daur ulang setelah
pembuatan bubur kertas dan penjemuran kertas yang sudah jadi. Disinilah semua
itu berawal, saat hari ujian praktek semakin dekat dan tugas mereka belum selesai.
“Gue nggak tau dengan kalian tapi yang pasti gue
udah muak satu kelompok sama tuh curut dua” ujar Dhivin saat sedang membuat
kertas daur ulang
“Bukan cuma elo aja gue juga mulai benci sama Junot
waktu dia nglabrak gue didepan anak-anak kemarin” sahut Tiffany
“Kalo gue mulai benci sama dia gara-gara dia ngerusakin hp gue
satu-satunya udah gitu nggak tanggung jawab lagi” timpal Rere
Mereka bertiga berkumpul untuk menyelesaikan tugas
IPA dirumah Dhivin tanpa kehadiran Viko ataupun
Junot
“Sumpah mereka tuh cowok tapi nggak ada tanggung
jawabnya sama sekali ngeselin abis!” gerutu Dhivin. Bisa dibilang dari beberapa kali pertemuan
kelompok Viko dan Junot jarang datang dengan berbagai alasan. Dhivin merasa kelompok IPA-nya terancam tidak lulus juga
tidak bisa diam saja semua usaha dia coba lakukan sampai ngebelain ngubah
kertas daur ulang jadi buku diary.
Dhivin benar-benar merasa
dirinya sama sekali tidak dianggap berkali-kali dia kecewa oleh sikap Junot dan
Viko yang selalu terkesan masa bodoh dengan tugas kelompok mereka. Brak….! Dhivin sengaja membenturkan tangannya ke pintu
dengan tujuan menghilangkan rasa kesal dihatinya, pagi ini Junot dan Viko
berhasil membuat emosi Dhivin naik sampai ke ubun-ubun
“Udah, Dhiv! Percuma lo kayak gitu kasian tangan lo” ujar Tifanny yang prihatin
melihat sahabatnya
“Lo
liat sendiri jelas-jelas kemarin Junot ngomong mau kerumah
gue ngambil tuh container tapi apa nyatanya gue juga kan yang ngembaliin” Dhivin
semakin merasa kesal mengingat kejadian kemarin membuatnya bertengkar dengan
ayahnya. Hari ini Dhivin benar-benar tidak bersemangat semalaman
penuh dia tidak tidur hanya untuk mengerjakan tugas IPA itu, al-hasil di pagi
hari badannya panas dan tidak fit, badannya lemas akibat beberapa hari ini di
forsir untuk mengerjakan tugas yang belum selesai-selesai.
Hari ini semua pelajaran
ditiadakan dan Dhivin menggunakan waktu kosong itu untuk melanjutkan menghias
Box serta Buku diary yang berhasil dia buat dari kertas daur ulang kelompok
mereka. Dhivin menghias Box itu dengan memberi kreasi pasta pada permukaan box, kemudian
menjemurnya di pinggir lapangan yang terkena sinar matahari agar pastanya cepat
kering sambil
menunggu kering, Dhivin
membantu Tifanny dan Rere mengerjakan Powerpoint untuk presentasi mereka
nanti. Saat sedang asyik membuat Powerpoint tanpa
sengaja Dhivin memperhatikan Junot yang sedang asyik bermain bola dilapangan
basket. Sambil menghela nafas panjang Dhivin berkata dalam hatinya.
“Kenapa sih lo harus jadi cowok nyebelin? Kenapa
setiap tingkah laku lo malah buat gue semakin suka sama lo padahal lo tuh cowok
paling menyebalkan yang pernah gue kenal.”
Dhivin memang membenci
Junot tapi dia juga tidak bisa mengingkari hatinya yang mengatakan kalau dia
suka sama cowok itu. tiga tahun satu kelas dengan Junot dan rasa sayang itu
tidak pernah hilang sedikitpun malah semakin bertambah setiap hari. Dhivin
hanya bisa menatap dengan pasrah hasil karyanya yang dengan sukses dirusak Junot,
matanya berkaca-kaca menahan tangis, hasil kerjanya selama dua hari dua malam
rusak dalam sekejap mata. Dhivin menatap tajam kearah Junot yang berdiri di
depannya
“Lo itu cowok
yang nggak punya perasaan liat hasil perbuatan lo
semuanya hancur berantakan!” Dhivin menunjukkan Box dan buku diary yang
sudah hancur berantakan karena ulah Junot
“Ini hasil gue lembur, ini tugas kelompok kita
dan lo…elo dengan santainya ngerusak semua hasil kerja gue dan temen-temen. kalo emang elo nggak perduli sama tugas
ini setidaknya lo nggak perlu sampai ngerusak apa yang udah dibuat dengan susah
payah.” ujar Dhivin dengan nada yang tinggi dan
linangan airmata
“Sorry, gue nggak maksud gitu” sahut Junot
“lo
gampang bilang maaf karena lo nggak tau seberapa pentingnya ini buat kelompok
kita”
“Gue bilang maaf lo kok malah nyolot gitu!”
“Gimana gue nggak nyolot kalau kelakuan lo kayak
gini” suara Dhivin semakin keras dan membuat semua orang yang ada disitu
menghentikan aktivitas mereka dan lebih memperhatikan kejadian seru dipinggir
lapangan
“lo...” Junot mengangkat salah satu tangannya hendak menampar Dhivin
tapi dia tahan.
“apa? Lo mau nampar gue” sahut Dhivin semakin menjadi-jadi “Dari dulu
sampai sekarang lo nggak pernah berubah nggak akan bisa ngehargain usaha orang lain, gue kecewa sama sikap lo” sahut Dhivin yang berlalu sambil membawa hasil
IPA-nya yang berantakan. Baru
tiga langkah Dhivin berjalan, cewek itu sudah pingsan karena terlalu lelah.
Begitu sadar Dhivin mendapati dirinya berada diruang UKS di kelilingin oleh teman-temannya
“gue kok bisa disini?” tanya Dhivin begitu
sadar.
“lo pingsan di lapangan tadi” sahut Rere. “elo itu terlalu memforsir
diri lo” timpal Tiffany
“Bukannya
tadi gue berantem sama…”
“Udahlah, Dhiv! Cowok kayak gitu nggak usah
dipikirin buktinya sampai sekarang aja di nggak nongol buat minta maaf” potong Rere
Raut
wajah kecewa menghiasi wajah Dhivin karena sebenarnya dia berharap kalau saat ini Junot ada
disampingnya. Meskipun Dhivin kesal dengan sikap Junot tapi dia sadar tidak
seharusnya dia bicara sekasar itu pada Junot. Biar bagaimanapun Junot
bagian dari kelompok tugasnya. Keesokkan harinya wajah Dhivin tidak secerah
biasanya. Bagaimana dia bisa tersenyum kalau hari ini adalah hari dimana dia
dan kawan-kawannya harus mempresentasikan hasil daur ulang mereka padahal
kenyataannya hasil daur ulang kelompoknya sudah rusak kemarin. Dhivin duduk seorang diri di gazebo sekolah dan kebetulan
dia berangkat terlalu pagi jadi sekolah masih sangat sepi. Dhivin menghela
nafas panjang lalu menundukkan kepalanya. Nampaknya dia harus menyerah tidak
ada yang bisa dilakukannya lagi sekarang.
“Hey anak
kecil muka lo jelek banget kalo ditekuk kayak gitu” ujar Junot yang langsung
duduk di samping dhivin sedangkan gadis itu hanya bisa terdiam tidak tahu harus
berkata apa.
“Hari ini kita
masih harus presentasi jadi muka lo jangan seperti pakaian lusuh” ujarnya lagi.
Junot memang tidak pernah bisa berbicara manis kepada dhivin.
“Junot, gue
tahu elo tuh cuek tapi apa lo lupa kemarin lo udah ngerusak proyek kita” sahut
dhivin sedikit kesal. Junot malah terlihat tenang-tenang saja.
“Gue tahu gue
salah nggak seharusnya gue ngerusak proyek yang selama ini lo kerjain dengan
sungguh-sungguh makanya dari semalem gue” Junot mengeluarkan box dan buku diary
dari dalam tasnya dan menyerahkan semuanya ketangan dhivin.
Rupanya semalaman penuh Junot tidak tidur untuk membuat
box dan buku diary baru dan hasilnya lumayan lebih bagus dari yang sebelumya.
Dia juga membuat beberapa benda lain dari sisa kertas daur ulang mereka.
“Kalo elo mau
presentasi hari ini sebaiknya lo cepet-cepet buat powerpointnya gue nggak
sempet udah ngantuk banget” Junot langsung membaringkan kepalanya dimeja dan
tertidur pulas. Diam-diam Dhivin tersenyum kearah cowok yang ada disampingnya
itu. Meski Junot sangat menyebalkan tapi tidak bisa dipungkiri dia masih punya
sisi baik yang sangat manis.
Presentasi
yang semula dikira akan gatot alias gagal total ternyata malah mendapat hasil
yang diluar dugaan Dhivin dan kawan-kawannya. Dengan nilai yang sangat
memuaskan mereka semua tersenyum bahagia dan terkadang mencubit pipi satu sama
lain karena sedikit tidak percaya dengan hasil akhir presentasi mereka. Untuk
merayakan kesuksesan malamnya mereka berlima berencana makan bersama di cafe
dekat sekolah mereka. Dhivin terlalu bersemangat hingga dia datang terlalu awal
dan lupa membawa Hp. Satu jam sudah dia menunggu seorang diri di cafe tapi
tidak satupun dari teman-temannya yang datang dan dia sudah merasa bosan untuk menunggu. Tidak lama kemudian Junot
datang bersama seorang cewek yang bergelayutan manja disisinya kalau boleh
jujur Dhivin sedikit kecewa tapi dia juga tidak bisa protes karena memang Dhivin
tidak punya hak apa-apa. Junot langsung duduk di depan Dhivin.
“Kayaknya tinggal kita bertiga” ujarnya
“Maksud lo? Tiffany, Rere, Viko?” Dhivin mulai tidak suka
dengan hal ini
“Mereka gak datang katanya sih udah sms lo tapi lo gak
bales” sahut Junot. Ketika itu Dhivin baru sadar kalau dia lupa membawa hp dan
mau tidak mau dia terpaksa ikut makan bersama junot dan cewek centil itu.
Menit demi menit berlalu dan tingkah Shasa sungguh sangat
memuakkan rasanya bikin enek ngelihat tingkahnya yang sok merasa dunia milik
berdua sampai akhirnya dhivin memberanikan diri untuk sedikit menyinggung
mereka.
“E’hem...hello! gue dari tadi disini ya bukan obat nyamuk
kalian” tegur dhivin
“Apaan sih lo ganggu aja!” sahut Shasa dengan nada yang
jutek. “sayang makannya yang banyak ya.”. Dalam hati Dhivin mengumpat ingin
rasanya dia merebus cewek centil, manja dan sok kecakepan yang ada didepannya.
Tidak lama kemudian Junot permisi ke toilet meninggalkan
dhivin dan Shasa. Dan setelah kembali dari toilet pemandangan yang terlihat
jelas oleh junot adalah saat dimana Shasa dengan sengaja menumpahkan jus jeruk
ke tubuh Dhivin. Junot buru-buru menghampiri kedua cewek itu.
“Lo apa-apaan sih?” tanya Junot kepada Shasa yang
langsung merangkul tangan junot.
“Dia duluan tuh yang mulai” sahut Shasa sembari pura-pura
menjadi korbannya
Dhivin yang dari tadi kepalanya tertunduk mengepalkan
tangannya menahan amarah, perlahan mengangkat kepalanya lalu menatap Junot dan
Shasa.
“Sorry gue udah ngerusak acara kalian” Dhivin langsung
pergi meninggalkan mereka.
Meskipun dalam hati dhivin berkata pada dirinya sendiri
agar tidak menangis tapi hatinya terlalu sakit untuk tidak menangis. Sepanjang
jalan airmatanya terus mengalir, dia menangis bukan karena disiram air oleh Shasa
tapi dia menangis karena jauh di dalam hatinya dia menginginkan Junot datang
menghiburnya dan bukan bersama Shasa. Junot bego kenapa sih elo harus sama
cewek gak berguna itu. Guman Dhivin.
Beberapa
hari berlalu dan Dhivin memilih untuk lebih menjaga jarak dengan Junot, sebisa
mungkin dia tidak ingin bertemu ataupun berbicara dengannya. Sebentar lagi
mereka akan lulus dan mungkin tidak bisa bertemu lagi jadi menurut Dhivin
secepat mungkin perasaannya terhadap Junot harus dihilangkan. Sore ini sekolah sudah
lumayan sepi dan sebentar lagi malam dhivin bersiap-siap pulang. Dia berjalan
menyusuri lorong koridor yang sepi namun langkahnya terhenti saat dia melihat
Junot berdiri di ujung koridor. Dhivin bingung harus berbuat apa bahkan dia
tidak sanggup menatap cowok itu hingga akhirnya dia memutuskan untuk mengambil
jalan memutar lewat koridor samping. Dhivin mempercepat langkahnya
sampai-sampai dia tidak menyadari kalau Junot berada tepat di belakangnya.
Junot menarik tangan Dhivin hingga cewek mungil itu berbalik dan langsung jatuh
kepelukan Junot.
“Gue nggak bisa
lagi...selama ini gue bersikap bodoh...gue ngacuhin lo...pacaran sana
sini...kasar sama lo...tapi sekarang gue nggak bisa lagi.” ucapnya sambil
memeluk erat dhivin yang tidak bisa melepaskan diri.
“Lepasin gue
kalau ada yang liat mereka bisa salah paham” sahut dhivin pelan
“Dhiv, gue nggak
bisa kalo elo terus-terusan jaga jarak sama gue...gue minta maaf soal kejadian
tempo hari...seharusnya waktu itu gue...”
“Ini sama
sekali nggak ada hubungannya dengan kejadian tempo hari gue jaga jarak sama lo
karena” Dhivin berhenti hampir saja dia mengatakan perasaannya ke Junot tapi
hatinya menjerit menyuruhnya mengungkapkan segalanya.
“Karena nanti
setelah lulus kita mungkin gak bisa ketemu makanya mulai sekarang gue coba buat
hidup tanpa lo” akhirnya Dhivin mengucapkan apa yang ada di hatinya dan pergi
meninggalkan Junot.
Seminggu
berlalu begitu saja dan sekarang semua anak kelas 3 berkumpul di Aula gedung
wanita untuk di wisuda. Hari ini semua wajah yang ada disana terlihat sangat
bahagia, canda tawa para siswa mengisi ruangan yang cukup luas itu. Hari ini
Dhivin terlihat sangat berbeda dengan balutan kebaya warna putihnya. Semuanya
duduk sesuai dengan kelas mereka masing-masing. Setelah setengah jam acara
berlalu dan penyerahan sertifikat kelulusan sudah selesai kini tiba waktunya
dimana masing-masing kelas mengirimkan perwakilan mereka untuk sedikit memberi
pidato dan setahu Dhivin perwakilan dari kelasnya adalah Airi. Tapi betapa
terkejutnya Dhivin saat Junot naik ke atas panggung untuk menggantikan Airi.
Junot diam sesaat sembari menatap lurus ke arah Dhivin lalu dia tersenyum dan
mulai berbicara.
“Tiga
tahun...tawa, sedih, sahabat, hukuman pak saiful, cinta semuanya gue dapat di
sekolah ini...rasanya berat jika mengingat mulai besok kita semua akan
meneruskan hidup masing-masing...tapi hidup adalah hidup...apapun yang telah
kita lalui adalah kenangan yang akan kita semua ingat” Junot berhenti sejenak
mengambil nafas pajang lalu kembali berbicara
“Hari ini gue berdiri di depan kalian semua dengan satu
tujuan...waktu itu gue dapat tugas kelompok dari pak Aji buat kertas daur
ulang...waktu itu gak bisa di pungkiri jauh dalam lubuk hati gue merasa bahagi
karena dengan tugas kelompok itu gue bisa deket sama cewek yang selama tiga
tahun ini gak pernah pergi dari hati gue.” terdengar suara riuh para siswa yang
mencoba menebak siapa cewek yang di maksud Junot sedangkan dhivin hanya diam
menatap cowok itu.
“Selama ini meskipun gue jarang ngobrol sama dia tapi gue
tahu dia cewek yang sangat baik karena nggak perduli sekasar apapun sikap gue
ke dia...cewek ini selalu maafin gue dan sejak proyek daur ulang itu selesai
dia mulai jaga jarak sama gue” hati Dhivin berdebar kencang ada sebagian
hatinya yang berharap orang yang dimaksud junot adalah dirinya tapi disisi lain
dia tidak berani untuk berandai-andai. Perlahan Dhivin beranjak dari tempat
duduknya karena dia tidak ingin mendengarkan semua ucapan junot yang nantinya
akan membuat dia sakit hati lagi.
“Dia bilang kalau dia sedang berusaha hidup tanpa
gue...hari ini gue ada disini karena gue mau cewek itu tahu kalau gue nggak
bisa hidup tanpa dia...gue mau dia jadi milik gue seutuhnya...DHIVIN ANGGREINI
CALLYSTA” suara Junot yang lantang mengucapkan nama dhivin membuat gadis itu
berhenti di ambang pintu.
Semua mata memandang kearahnya sementara gadis itu
sendiri terkejut mendengar namanya disebut. Perlahan Dhivin berbalik dan
menatap Junot, airmatanya hampir tidak terbendung lagi. Junot tersenyum karena
berhasil menghentikan langkah cewek mungil itu.
“Tiga tahun ini cuma elo satu-satunya cewek yang ada
dihati gue jadi please jangan pergi” Junot tersenyum lalu memperlihatkan sebuah
kotak yang berisi buku diary hasil daur ulang. “Ini adalah buku hasil proyek
daur ulang kertas yang buat gue selangkah lebih dekat sama lo dan gue mau kita
berdua mulai dari awal lagi” Dhivin hanya bisa diam dia tidak tahu harus
berkata apa dia bahagia sekaligus terharu tidak menyangka Junot akan melakukan
semua ini.
“Dhiv, elo mau nggak daur ulang cinta gue supaya gue bisa
jadi cowok paling bahagia yang bisa milikin hati lo”
Semua orang yang ada disitu ikut hanyut dalam suasana
haru dan tegang menunggu jawaban dari Dhivin. Mereka semua menatap Dhivin
dengan penuh harap sampai akhirnya gadis itu tersenyum lalu mengangguk iya.
Semua orang bersorak riang gembira tapi hanya Junot dan Dhivin lah yang paling
bahagia hari itu karena bersama mereka berdua akan menjalani hari-hari penuh
cinta.
Komentar
Posting Komentar