Aku tidak pernah melupakan hari itu. Hari dimana kamu tersenyum manis kepadaku dan mengulurkan tanganmu. Saat itu aku hanya bisa terdiam dan tersipu malu, ada sedikit rasa takut yang menghampiriku tapi dengan uluran tanganmu, kamu mengusir rasa takut itu. Kita pun menjadi saudara yang sangat dekat. Aku ingat kamu tidak pernah mau berada jauh dariku. Kita selalu bersama, tertawa dan bercanda, jika kamu menangis maka aku akan langsung memainkan sulap kecil untuk menghiburmu dan kamu pun tertawa kembali. Andai semua itu bisa terulang kembali aku ingin melakukan satu sulap kecil untukmu lagi, aku ingin menghapus airmata dan luka di hatimu. Tapi apa yang bisa aku perbuat saat kita tumbuh dewasa, kamu mulai menjauh dariku dan mulai mencicipi manisnya cinta. Aku bahagia karena itu.
Suatu hari kamu berkata padaku dengan tersipu malu. “Aku sedang jatuh cinta.” Wajahmu saat itu terlihat begitu cantik dan begitu bahagia. Aku senang mendengarnya tapi tidak tahu kenapa hatiku juga merasa sedih, mungkin karena saat itu aku takut kamu akan lebih banyak menghabiskan waktu dengan orang yang kamu cintai dari pada bersamaku lagi. Kamu menatapku seakan menunggu sebuah pertanyaan terlempar dari mulutku, butuh waktu lebih dari lima detik untuk menyadari makna dari tatapanmu itu dan aku pun bertanya,
“Siapa namanya?”
Kamu pun tersenyum lebar lalu menundukkan kepalamu sejenak, menutupi wajahmu yang tersipu malu, “Sam, namanya Samuel Rasta.”
Saat kamu menyebutkan namanya aku bisa melihat betapa kamu sangat menyukai pemuda itu. Aku pun hanya bisa tersenyum dan ikut berbahagia bersamamu sebagai kakak. Aku hanya berharap cinta yang kamu rasakan tidak membuatmu jatuh dan terluka. Karena cinta bukan hanya membawa kebahagiaan tetapi juga membawa luka.
14 Februari 2009, hari itu mengubah segalanya. Kamu berjanji untuk mempertemukanku dengan Samuel. Di hari itu aku menunggu dan terus menunggumu, aku menunggu sendirian sedangkan pengunjung lain asyik bermesraan dengan pasangannya masing-masing. Aku duduk di atas pasir pantai menghadap hamparan pantai yang begitu luas. Satu jam berlalu tapi kamu juga tidak kunjung tiba, warna jingga langit mulai nampak dan lama-lama berganti dengan warna hitamnya langit malam. Sesekali aku menatap ponselku tapi sama sekali tidak ada sms atau telpon darimu, aku mulai merasa khawatir. Tiba-tiba hujan turun sangat deras dan angin berhembus kencang seakan menyuruhku untuk segera pulang ke rumah. Sesampainya di rumah dengan badan yang basah kuyup akibat hujan deras, aku langsung mengetuk pintu kamarmu tapi ternyata kamu juga belum pulang. Aku kembali ke kamarku mengambil handuk untuk mengeringkan rambutku.
Samar-samar aku mendengar suara pintu terbuka dan tertutup kembali karena penasaran aku pun keluar kamar untuk melihatnya dan betapa terkejutnya aku melihatmu berdiri di depan pintu masuk dengan tubuh yang basah kuyup, kepalamu tertunduk dan gaun putih yang kamu kenakan sebelum pergi penuh dengan bercak merah darah. Aku berlari menghampirimu, bertanya apa yang terjadi tapi kamu tidak menjawab, kamu hanya menangis membuatku semakin khawatir. Aku pun memelukmu dan tangismu semakin pecah. Kamu terus menangis dalam pelukanku hingga akhirnya kamu lelah dan tertidur. Kamu tertidur sangat lelap dan sama sekali tidak mau melepaskan genggaman tanganmu dariku.
Keesokan paginya kamu bangun dengan jeritan yang sangat keras, kamu menjerit kesakitan seakan-akan seseorang telah menikammu. Kamu menjerit menyebut nama Samuel lalu perlahan airmatamu tumpah lagi dan yang bisa aku lakukan saat itu hanya memelukmu, membiarkanmu menangis dalam pelukanku sampai kamu merasa tenang.
Empat tahun hampir berlalu tapi senyummu sama sekali belum kembali. sebentar lagi hari valentine tiba. Selama hampir empat tahun ini aku benar-benar kehilanganmu, tidak ada lagi tawa dan senyum darimu bahkan kamu tidak pernah bergelayutan manja seperti yang kamu lakukan saat kita masih kecil. Kini hidupmu hanya penuh dengan kenangan tentangnya dan kamu selalu menangis karenanya. Setiap hari kamu hanya akan menghabiskan waktu dengan merenung, kamu hidup tapi jiwamu mati dan itu membuatku sangat sedih. Terkadang aku bertanya kepada tuhan mengapa ia mengambil orang yang sangat dicintai oleh adikku, Mengapa engkau tidak mengambil nyawaku karena setidaknya kehilangan diriku tidak akan membuatnya menjadi mayat hidup seperti saat ini.
Tahukah kamu bukan hanya kamu yang kehilangan dan merasakan perih di hatimu tapi aku juga merasakannya. Aku selalu menjagamu, berada disisimu dan mengajakmu mengobrol tapi kehadiranku lebih seperti bayangan untukmu yang tidak akan pernah kamu lihat. Aku hanya ingin sekali lagi menjadi bintang untukmu namun bukan bintang yang akan bersinar terang lalu redup seketika tetapi aku ingin menjadi bintang yang akan terus bersinar untukmu.
Menjelang sore hari kamu selalu pergi berjalan kaki menyusuri pantai tanpa mengenakan alas kaki, kamu berjalan seakan tidak punya arah tujuan dan pandangan matamu memandang kosong ke depan. Tangan kananmu selalu menggenggam erat botol kaca yang kamu isi dengan secarik surat untuknya dan jika kamu merasa jalanmu sudah cukup jauh, kamu akan berhenti dan berjalan selangkah demi selangkah hingga air pantai itu mengenai kakimu sampai menenggelamkan tumitmu. Tanpa memperdulikan apakah pakaianmu nantinya akan basah, kamu duduk di pantai itu membiarkan ombak-ombak kecil datang menghampirimu. Kamu memandangi botol yang ada di genggamanmu kemudian membiarkan botol itu terbawa ombak lalu kamu pergi begitu saja. Setelah kamu pergi, seperti biasa aku akan datang menghampiri botol yang kamu tinggalkan itu, aku mengambilnya lalu membaca isi surat yang kamu sematkan dalam botol itu.
Hari ke 1423,
Aku masih disini
Berdiri diantara kenangan tentang kita
Aku membiarkan hari terus berlalu dan membiarkan kamu pergi
Aku tahu semua telah berakhir tapi aku tidak bisa melupakanmu
Terkadang aku berdoa agar aku bisa melupakanmu
Supaya rasa sedih ini tidak akan pernah kembali lagi
Tapi aku tidak bisa...
Hati ini akan tetap sama dari tahun ke tahun
Tetap merindukanmu
Tetap mencintaimu
Lewat surat yang kamu tulis aku tahu luka dihatimu belum sembuh. Jika kamu melewati 1423 hari tanpa dia maka aku sudah menjalani 1423 hari tanpamu, bisakah aku memintamu kembali untuk menjadi Naya yang dulu walau hanya untuk satu hari bagiku itu sudah cukup.
Hari ini 14 Februari 2013, tidak seperti biasanya kamu berdandan cantik dan mengenakan gaun putih yang kamu kenakan empat tahun lalu. Kamu berdiri di depan cermin lalu bertanya padaku.
“Apakah aku sudah terlihat cantik?”
Aku terkejut mendengar suaramu lagi sekaligus bahagia. Aku tersenyum lalu menjawab, “Sangat cantik.”
“Nay, ayo ikut aku ke suatu tempat?” ujarku
“Kemana?”
Tanpa mejawab pertanyaanmu, aku menggeretmu pergi ke pantai yang biasa kita kunjungi bersama. Sebenarnya hari ini aku sudah menyiapkan kado Valentine khusus untukmu. Aku hanya berharap semoga dengan kado ini kamu bisa kembali lagi menjadi Naya yang dulu penuh dengan keceriaan.
Aku menutup matamu dengan slayer warna merah hati, perlahan menuntunmu berjalan agar kamu tidak terjatuh kemudian mendudukkanmu di kursi yang telah aku siapkan. Masih dengan mata tertutup, kamu sama sekali tidak bersuara hanya diam menanti instruksi dariku. Malam ini aku ingin memberikanmu sebuah sulap kecil untuk menghapus rasa sedihmu. Setelah bersiap aku menyuruhmu untuk membuka penutup matamu. Saat kamu membuka ke dua matamu aku tahu kamu terkejut. Kamu duduk di sebuah sofa empuk layaknya seorang ratu dan dikelilingi lilin yang menyala dengan terang membentuk satu jalur dimana aku berdiri di akhir jalur itu. Aku berdiri dengan menggunakan pakaian badut selucu mungkin lalu memulai pertunjukan sulap kecilku. Dimulai dari sulap ringan yaitu mengeluarkan kelinci dari topi dan burung-burung merpati dari kedua tanganku, aku berusaha menampilkan sulap terbaikku untukmu.
Aku bersiap untuk melakukan sulap yang terakhir, menghirup nafas dalam-dalam, merentangkan kedua tanganku lalu dengan gerakan yang supercepat aku mengayunkan kedua tanganku dan ratusan gelembung-gelembung balon pun bertebaran. Kemudian dengan perlahan aku berjalan ke arahmu, meraih salah satu tanganmu dan terus menatap lurus ke matamu sembari berkata, “Aku telah memetik seribu bintang untukmu tapi bintang ini terlalu bersinar untuk aku masukkan kedalam botol bintang.”
Kamu menatap tanganku yang menggenggam tanganmu dan terkesan saat melihat sebuah origami bintang yang kutinggalkan di tanganmu, aku menjentikkan jariku untuk sulap terakhirku. Layaknya sebuah isyarat puluhan kembang api menyala di angkasa dengan warna-warninya yang cantik. Saat itu aku hanya berharap kamu ingat denganku, kakak yang selalu ada disampingmu. Tiba-tiba kamu memelukku dan menangis tapi dalam tangismu itu, aku temukan kembali sosok Naya yang selama ini terkurung dalam belenggu kesedihan. Kamu menangis tapi tangismu saat itu adalah tangis kebahagiaan.
“Terima kasih, kak! Terima kasih...”
Hanya itu kata yang terucap darimu malam itu dan aku bahagia karena kamu telah kembali. Demi membuatmu kembali bahagia aku bisa melakukan apapun untukmu karena tanpa kamu sadari rasa sayangku padamu melebihi sayang seorang kakak terhadap adiknya dan cinta yang aku punya untukmu adalah cinta yang tidak terlihat bahkan tidak terucap tapi akan selalu berada disisimu hingga akhir waktu.
Komentar
Posting Komentar