Part 1
oleh : Khuna
Ini kisahku.
Tentang bagaimana aku mencintai seseorang sampai saat terakhir hidupku. Namaku
Runa Devania. Tidak ada yang spesial mengenai diriku. Aku hanya gadis biasa
dengan tubuh lemah. Yah, terkadang sungguh menyebalkan hidup dengan tubuh lemah
seperti ini tapi aku juga tidak bisa mengingkari apa yang diberikan tuhan
padaku.
Kebahagiaan selalu
datang satu paket dengan kesedihan.
Kalimat itu meski
terkesan klise tetapi tidak banyak orang yang memungkirinya. Begitupun
denganku, hidupku penuh dengan kebahagiaan. Meski kedua orang tua ku telah
meninggal, aku masih punya seorang kakak yang sangat menyayangiku, sahabat yang
selalu ada untukku dan pacar yang membuat kebahagiaanku terasa begitu
lengkap.
Saat aku duduk di
bangku kelas 3 SMA, semua terasa begitu sempurna. aku mendapatkan semua yang
aku inginkan dalam hidup bahkan tidak pernah sekalipun terpikir olehku
kesempurnaan itu hanyalah hadiah kecil dari tuhan sebelum memberiku
cobaan.
Ketika cobaan itu
mulai menggerogoti tubuhku, aku harus melepas salah satu kebahagiaanku karena
tidak ingin menjadi sumber dari kesedihannya. Mungkin caraku terlihat egois
untuk dia, tapi ini adalah yang terbaik untuknya.
Hari pengumuman
kelulusan, disaat semua teman-temanku berkumpul untuk merayakan kelulusan
mereka. Aku hanya bisa memandang mereka dari balik pagar pintu sekolah. Hari
ini aku memutuskan untuk pindah tapi sebelum itu untuk terakhir kalinya aku
ingin melihat senyumnya. Hari ini aku tidak hanya mengucapkan selamat tinggal
bagi kehidupan SMA-ku tetapi juga aku mengucapkan selamat tinggal untuk dia.
Dia yang selalu aku cintai.
***
Dua tahun berlalu,
selama itu juga kondisiku sama sekali tidak membaik. Terkadang aku sangat
merindukan teman-temanku dan juga Dia. Sejak memutuskan untuk
pindah aku sama sekali tidak berhubungan dengan mereka. Aku tidak tahu
bagaimana kehidupan semua orang yang kutinggalkan selama dua tahun ini.
Sekarang, di
hidupku sepenuhnya hanya ada Digo, kakakku. Aku bersyukur mempunyai Digo yang
sangat menyayangiku bahkan berkat dia, tidak pernah sekalipun aku merasa yang
namanya kurang kasih sayang orang tua. Usia kami hanya terpaut 2tahun tapi Digo
benar-benar tumbuh menjadi sosok yang bisa selalu diandalkan. Bagiku Digo
adalah Kakak, Ayah, Ibu, sekaligus sahabatku.
Ditengah-tengah
kesibukannya kuliah, Digo selalu menyempatkan waktunya untuk bersamaku. Bahkan
terkadang Digo sengaja mengajakku ke kampusnya, mengenalkan kehidupan mahasiswa
padaku yang tidak bisa kuliah karena kondisiku.
Sama seperti hari
ini ketika Digo membawaku ke kampus karena melihatku terlihat sedih setelah
menonton video kenanganku bersama dia. Digo mengajakku dan
mengenalkanku pada teman-teman Mapala-nya di basecamp.
Mereka terlihat
sibuk mengemas barang-barang tetapi sangat welcome padaku. Salah satu teman
Digo, dia memperkenalkan dirinya sebagai Hendra. orangnya sangat baik dan lucu.
Hendra menjagaku saat Digo harus bertemu dosen.
Setelah mengobrol
banyak hal, aku jadi tahu kalau ternyata Hendra adalah produser disalah satu
program acara tv yang lagi naik daun saat ini. aku tidak sengaja mengetahuinya
ketika dia menitipkan laptopnya padaku, aku melihat beberpa profil calon
peserta yang ada disana. Dan aku juga tidak pernah menyangka, aku akan melihat
profil dia disana. melihat profil dia, membuat
hatiku kembali goyah. tidak perduli meski sudah 2tahun berlalu aku masih tetap
mencintai dia.
Kalian pasti
bertanya Dia, siapa Dia yang aku sebut sejak
awal...
Dia adalah cinta pertamaku. Dia adalah
pemuda yang membuatku ingin hidup lebih lama lagi. Dia adalah
Revan Mahardika. teman satu SMA sekaligus pacar yang harus aku tinggalkan
karena penyakit ini.
***
"Kak Digo
kenapa? sejak pulang dari dokter wajahnya kelihatan murung gitu. Dokter Harlan
bilang apa?" tanyaku
Digo tiba-tiba
meraih tanganku dan memelukku erat. membuatku bertanya-tanya apa yang
sebenarnya dikatakan dokter Harlan padanya hingga bersikap seperti ini.
"Gak pa-pa kok
dek! cuma pengen meluk adek kesayanganku aja." jawabnya.
"Lantas kamu
sendiri kenapa, sejak dari kampus kamu terlihat murung. Apa Hendra ngelakuin
sesuatu yang buat kamu gak nyaman?" Digo balik bertanya.
Terkadang Digo itu
seperti paranormal, aku tidak bisa menyembunyikan apapun darinya. bahkan saat
aku sendiri mencoba untuk mengingkari hatiku, Digo selalu lebih dulu
mengetahuinya.
"Revan."
Jawabku singkat. Hanya dengan menyebut nama itu saja, Digo sudah tahu kemana arah
pembicaraan ini akan berlanjut.
"Runa, aku
rasa sudah cukup 2tahun ini kamu habiskan untuk menjauh dari dia. Dia berhak
tahu apa yang terjadi sebenarnya. dia juga berhak tahu kalau sampai saat ini
kamu masih mencintainya." ujar Digo.
"Aku takut, kak.
aku takut kalau semua ini bakal ngebuat dia semakin tersakiti."
"Bagaimana
dengan kamu? Apa kamu bahagia seperti ini? setiap hari hanya diam memandangi
fotonya. Runa, buat kakak kebahagiaanmu jauh lebih penting dibandingkan
apapun."
Digo mengusap rambutku,
membiarkan kepalaku bersandar pada pundaknya. kami berdua duduk terdiam di
ruang tamu. Terbenam dalam pikiran masing-masing.
Aku terus
memikirkan ucapan Digo. mencoba bertanya pada diriku sendiri, haruskan aku
bersikap egois untuk terakhir kalinya. toh, aku tahu waktuku sudah tidak banyak
lagi.
***
Nervous...
Hari ini aku
benar-benar nervous. untuk pertama kalinya setelah 2tahun berlalu,
akhirnya aku akan bertemu dengan dia. Rasa takut dan senang
bercampur jadi satu. Aku bahkan bingung harus berkata apa nanti saat bertemu
dengannya.
Berkat bantuan
Hendra, Aku bisa mengikuti acara ini untuk bertemu dengan dia meski pada
awalnya Digo sempat tidak setuju.
Aku berkumpul
bersama 3 peserta cewek lain dalam sebuah ruangan menunggu host acara menghampiri
kami. 3 peserta lain terlihat cantik-cantik dan membuatku sedikit khawatir. aku
takut kalau nanti dia akan memilih cewek lain untuk menjadi pasangannya. kalau
seperti itu yang terjadi lantas bagaimana denganku yang sengaja ikut acara ini
untuk bertemu dengannya.
Tidak lama, seorang
host wanita bernama Adel masuk dengan membawa sebuah kotak. Adel menyapa kami
dengan sangat ramah lalu mengeluarkan isi kotak itu dan menyusunnya diatas
meja. Adel menyuruh kami untuk memilih sesuai dengan yang kami sukai.
Coklat, Mawar,
Buku, dan botol kaca berisi gulungan kertas. Aku berusaha memikirkan benda apa
yang akan dipilih kalau itu adalah dia. tapi karena aku berada di
urutan paling pojok, mau tidak mau aku harus mengambil satu-satunya barang yang
tersisa yaitu botol kaca.
Adel membawa kami
semua ke ballroom, dimana para peserta cowok sudah menunggu kami. Sama seperti
para cewek, peserta cowok juga di minta mengenakan topeng untuk menutupi wajah
mereka. Dengan menggunakan topeng sangat sulit untuk menebak siapa yang ada
dibalik topeng tersebut. Kami berdiri saling berhadapan satu sama lain.
Adel kembali
menyuruh kami untuk memperlihatkan barang yang kami pilih agar si pemilik
barang bisa berdiri sesuai dengan barang yang kami pilih dan memperjelas kalau
itu adalah pasangan kami.
Cowok yang berada
di baris ke-2 sisi kiri beranjak dan berdiri tepat dihadapanku. aku tidak bisa
menutupi sebaris senyum yang langsung mengambang diwajahku ketika menyadari
cowok itu adalah dia. Tadinya aku sempat khawatir tidak bisa
berpasangan dengan dia. syukurlah kali ini sepertinya tuhan sedang
membantuku.
"Semuanya
sudah berdiri sesuai posisi masing-masing. sekarang gimana kalau kita dengar
alasan kenapa para jomblowati milih barang yang mereka genggam. mulai dari
kamu." ujar Abet, host cowok program Kontak Jodoh ini.
Satu persatu
peserta cewek mengatakan alasan mereka sampai tiba giliranku. aku tidak
langsung menjawabnya melainkan mengeluarkan gulungan kertas yang ada di dalam
botol itu lalu membacanya.
"Bagaimana
kamu menggambarkan cinta dalam dua kata?" ujarku membaca isi gulungan itu.
Aku tersenyum lalu menatapnya.
"Hujan dan
Angin." jawabku.
Sekilas aku melihat
sorot matanya yang terkejut seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja
didengarnya.
"Hujan dan
Angin, kok bisa gitu?" tanya Adel.
Sementara dia masih
terdiam menatapku dengan tatapan penuh curiga.
"Sama seperti
hujan kehadiran cinta mengajarkan kita bahwa meskipun jatuh berkali-kali kita
tidak bisa memungkiri kalau kita membutuhkannya. Sama seperti angin, kita bisa
merasakan kehadirannya tapi sulit untuk melihatnya." Jawabku tanpa sekalipun
mengalihkan pandanganku darinya.
"Wawww!!!"
sahut Abet dan Adel.
To be continue.....
Komentar
Posting Komentar